Simple Plan |
Apa yang terbayang di
benak kamu saat mendengar nama band Simple Plan??? Mungkin seperti ini: “Tak
lebih dari sebuah band pengusung teenage pop-punk!” album pertamanya, ‘No Pads,
No Helmets…. Just Balls’ (2002) mungkin iya. Tapi di album kedua ‘Still Not
Getting Any…’ (2004), musik mereka lebih keras dan perlahan meninggalkan
pengaruh punk-nya. Nah yang ketiga atau yang terbaru dengan judul ‘Simple Plan’
(Atlantic/Warner), band asal Kanada yang beranggotakan Pierra Bouvier (vocal),
Jeff Stinco (gitar), Sebastien Lefebvre (gitar), David Desrosiers (bas) dan
Chuck Comeau (dram) ini jauh lebih matang.
Lupakan masa lalu Simple
Plan. Di album terbaru dengan single andalan ‘When I’m Gone’. Pierra dkk
menerapkan formula yang jauh berbeda disbanding sebelumnya, lebih berani dan
eksperimental. Mereka mengumandangkan rock yang lebih terpoles, plus struktur
pop yang sangat terkonsep. “Kami menggali ide-ide baru dan mengulik sound-sound
baru, dan kami ternyata melangkah sangat jauh,” ungkap Jeff Stinco semangat.
Proses penyiptaan lagu
kali ini lebih banyak berbasis pad aide-ide ritmis. Sebagian besar lahir dari
unsure ketukan musik elektronik atau synthesizer. Bahkan menurut Jeff, porsi
gitar justru datangnya belakangan. Tidak seperti di album sebelumnya di mana
garukan ritem gitar benar-benar serasa disemburkan langsung di depan hidung.
“Ya, kali ini kami ingin
benar-benar berbeda. Di album kedua, lebih terasa seperti sebuah album live.
Sementara yang sekarang, lebih tertata. Tidak banyak proses pngeditan Pro
Tools. Dan kami telah berlatih dengan sangat matang sebelum masuk studio
(rekaman).” Ujar pengagum Alex Lifeson (Rush) dan The Edge (U2) ini lagi,
seperti yang dikuti dari wawancaranya dengan situs Ultimate-Guitar.
Simple Plan 'Shut UP' |
Khusus untuk gitar, Jeff
dan Sebastien juga melakukan eksperimen dalam teknis perekaman yang sebelumnya
belum pernah mereka lakukan. Salah satunya di mana keduanya merekam porsi ritem
di sisi (channel) berbeda, namun dengan memainkan pola yang berbeda. Karakter
distorsinya juga diotak-atik dan dibuat berbeda satu sama lain. Hasilnya,
ternyata membuat sound gitar mereka terdengar jauh lebih pdat, tebal dan lebar.
Ditambah lagi, di lima studio dari tiga
Negara tempat mereka rekaman fasilitasnya sangat memadai. “Terlihat seperti
took gitar,” cetus Jeff. Ratusan Gitar, efek dan ampli kebebasan dalam
memilah-milah kebutuhan sound. Dan Dave Fortman, produser yang juga pernah
menggarap album milik Evanescence dan Otep. Sangat banyak memberi masukan
berarga dan bahkan menghormati keinginan para personel Simple Plan untuk
mewujudkan ide-idenya.
Di antara sekian banyak
gitar, efek dan ampli, Jeff dan Sebastien akhirnya paling sering memanfatkan
ampli Bogner Ecstasy untuk porsi ritem serta Vox AC30 untuk clean. Sementara
untuk gitar, ada Gibson Les Paul’55 Junior dan Fender Telecaster. Untuk efek
delay yang kali ini cukup banyak diaktifkan, Jeff dan Sebastien mengandalkan
Deluxe Memory Man.
Simple Plan dibentuk tahun
1995 di Montreal , Quebec , Kanada. Awalnya bernama Reset dan dihuni
oleh Pierre Bouvier, Charless-Adre “Chuck” Comeau, Philippe Jolicoeur dan
Adrian White. Dengan nama ini, mereka sempa merilis album bertajuk ‘No Worries’
dan ‘No Liits’. Setelah beberapa kali terjadi perubahan formasi, para
personelnya lantar sepakat mengibarkan band baru bernama Simple Plan yang juga
melibatkan dua gitaris yang tadinya terlibat di Reset, Jean-Francois “Jeff”
Stinco dan Sebastien Lefebvre.
Sepanjang
karirnya, Simple Plan pernah memenangkan sejumlah penghargaan. Di antaranya
empat kali mengantongi gelar “Favorite Canadian Band Award in Canada ”
Tahun 2003, 2004, 2005 dan 2006.
beberapa hits Siple Plan yang mendunia; ‘I’m Just a Kid’. ‘I’d Do Anything’,
‘Addicted’, Perfect’, ‘Welcome to My Life’, ‘Shut Up!’, ‘Untitled’, ‘Crazy’,
Perfect World’, dan ‘When I’m Gone’.
Simple Plan |
Sumber : Majalah GitarPlus Edisi MEI 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar